Aksi teatrikal Rakyat Kebon Jeruk bersama Chandra, seorang seniman teater kota Bandung Foto oleh Joel |
PembebasanBandung, 27 November 2016—Angka 26 rupanya akan menjadi
angka yang tidak pernah dilupakan Rakyat Kebon Jeruk. Sabtu, 26 November 2016,
bertepatan dengan momen penggusuran empat bulan lalu, Rakyat Kebon Jeruk
bersama Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi (Sorak) melakukan ruwatan dengan
aksi teatrikal di depan kantor PT KAI Daop 2 Bandung.
Dengan pangsi hitam khas tradisi Sunda, Rakyat Kebon Jeruk korban
penggusuran oleh PT KAI berjalan beriringan menuju kantor PT KAI Daop 2
Bandung. Sembari diiringi alunan suara Tarawangsa, alat musik khas Sunda, dan
membawa properti aksi seperti kendi berisi rupa-rupa kembang, dupa, dan
kemenyan, mereka melakukan aksi teatrikal guna mengenang 4 bulan penggusuran
yang telah mereka alami.
Sesampainya di depan kantor Daop 2, aksi teatrikal pun dimulai.
Aksi diawali dengan membakar kemenyan serta menebar bunga ke segala penjuru
kantor Daop 2, monumen kereta, dan pintu Stasiun Selatan. Aksi ini bermakna
bahwa Rakyat Kebon Jeruk ingin menebarkan semangat perlawanan terhadap
penindasan yang selama ini mereka rasakan.
Usai menebar bunga, aksi dilanjutkan dengan menancapkan dupa oleh
beberapa pria peserta aksi yang juga korban penggusuran. Sementara itu,
beberapa wanita melakukan aksi mencuci pakaian sebagai simbol bahwa kini, untuk
melakukan kegiatan sehari-hari seperti mencuci pun mereka kesulitan.
Aksi kemudian dilanjutkan oleh aksi teatrikal yang dilakukan oleh
Mohammad Chandra, mahasiswa teater Insitut Seni Budaya Indonesia (ISBI)
Bandung. Ia menampilkan aksi seolah seorang bayi yang baru diberi ruh. Menurut
ajaran Islam, 4 bulan adalah masa ketika Tuhan meniupkan ruh kepada bayi yang
ada di dalam kandungan. Maka dalam aksi ini, Chandra menyimbolkan bahwa tepat 4
bulan sejak tragedi penggusuran 26 Juli lalu adalah ketika ruh perlawanan
Rakyat Kebon Jeruk digaungkan.
Selagi Chandra melakukan aksi teatrikal, anak-anak korban
penggusuran yang juga turut jadi peserta aksi, bermain permainan tradisional
yang biasa disebut "Oray-orayan". Anak-anak itu saling berpegangan
pundak, berkeliling, dan masuk ke area Stasiun Selatan sambil tak henti
bernyanyi-nyanyi.
Aksi teatrikal itu ditutup dengan adegan debus dan menjemur
pakaian di pagar kantor Daop 2 yang bermakna bahwa PT KAI-lah yang sebetulnya kumuh
dan kotor. Usai aksi, warga kembali berjalan beriringan menuju posko
juang.
(Irfan Pradana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar