penampilan paduan suara Kolektif Seni Berlawan dari Komite Rakyat Kebon Jeruk, Jum'at (27/1) Dok. Pembebasan |
PembebasanBandung, 29/01/2017--Enam
bulan yang lalu, tepatnya 26 Juli 2016, PT KAI Daop 2 Bandung menggusur rumah
dan kios dagang milik Rakyat Kebon Jeruk. Tak lupa, lebih dari 1300 aparat yang
terdiri dari tentara, polisi, dan satpol PP, dimobilisasi oleh Pemerintah Kota
(Pemkot) Bandung untuk membantu proses penggusuran tersebut.
Hingga saat ini, Rakyat Kebon Jeruk
terus berjuang dalam keadaan tak menentu; menempel di rumah-rumah saudara,
membangun posko, dan merangkak sakit-sakitan.
Jumat siang, 27 Januari 2017,
Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi (SORAK) bersama Komite Rakyat Kebon Jeruk
menggelar Panggung Rakyat bertema “Enam Bulan Penggusuran: Melawan dari Tanah
Gusuran” sebagai bentuk peringatan kepada PT KAI dan Pemkot Bandung bahwa
perjuangan Rakyat Kebon Jeruk tak akan pernah padam.
“Di sini, dalam barisan peringatan ini,
kami akan terus melawan dan menolak untuk diam,” seru Dewa, salah satu korban
penggusuran, dalam acara puncak Panggung Rakyat tersebut.
Setelah beberapa kata sambutan, acara
dilanjutkan dengan penampilan paduan suara Kolektif Seni Berlawan dari Komite
Rakyat Kebon Jeruk. Menyanyikan lagu Darah
Juang karya John Tobing,
paduan suara Kolektif Seni Berlawan yang beranggotakan perempuan-perempuan
korban penggusuran ini berhasil mengharubirukan suasana panggung yang berada
tepat di atas lahan penggusuran.
Seakan tak mau kalah, anak-anak korban
penggusuran juga menampilkan kemampuan mereka. Mereka menyajikan nyanyian
perjuangan dan bercerita. “Di sini digusur, di sana digusur, di mana-mana
Rakyat digusur,” lagu tersebut mengawali penampilan dari anak-anak korban
penggusuran. Selanjutnya, anak-anak secara bergantian membacakan cerita buah
dari karya yang ditulis sendiri.
Beberapa seniman dan musisi dari
Bandung juga turut mengisi acara tersebut. Di antaranya: Dangdut Rakyat
Rodesta, Iskra, Ladang Jagung, JAS, Mapah Layung, Adew Habtsa, Sufferless,
Sukat, dan Pasukan Perang. Seruan “Hidup Rakyat yang Melawan!” terus bergema
dari atas panggung.
Kapitalisme dan Penggusuran
Kapitalisme merupakan sistem ekonomi
yang menyakini bahwa untuk mencapai kemakmurannya, manusia harus bersaing.
Tujuan utama dari kapitalisme adalah meraup keuntungan sebesar-besarnya. Dan
kapitalisme membutuhkan ruang untuk bisa mengakumulasi modal dengan cara
menghisap dan menghisap, merampas dan merampas, membangun dan membangun. Dampak
dari pembangunan tersebut adalah penyingkiran Rakyat. Selanjutnya, Rakyat
disingkirkan secara sistematis dan terstruktur.
Kapitalisme memiliki program yang
bernama Cities without slums (kota tanpa perkumuhan). Dampak dari
program ini: penggusuran rumah-rumah Rakyat. Pembangunan kota beriringan dengan
komodifikasi ruang hidup. Dan lagi-lagi, korban dari pembangunan itu adalah
Rakyat.
Stasiun Barat Kebon Jeruk merupakan lokasi
yang strategis dan menjadi salah satu jalur distribusi barang untuk kebutuhan
industri serta investasi. Demi keindahan kota dan lestarinya akumulasi modal PT
KAI di Kota Bandung, Rakyat Kebon Jeruk harus disingkirkan.
Pada persidangan ke-9, tanggal 21
Desember 2016, Pemkot Bandung menyewa ormas yang anggotanya berperawakan tegap
dan rambutnya cepak. Diketahui kemudian bahwa ormas ini adalah bentukan Sentral
Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) yang didirikan oleh tentara.
Penggunaan ormas-ormas reaksioner sudah menjadi tradisi dari pemodal dan
penguasa untuk menyerang Rakyat. Tujuannya jelas, menjaga agar akumulasi
modal tetap lestari dan perlawanan Rakyat dapat diredam secara kasar.
Kini, perjuangan Rakyat Kebon Jeruk
telah berjalan selama enam bulan. Dan Rakyat akan terus melawan, dan perjuangan
ini tak pernah padam. “Rakyat telah sadar bahwa selama ini musuh utama Rakyat
adalah kapitalisme. Dan Rakyat Kebon Jeruk akan terus melawan. Seperti kata
kawanku, karena fitrah rakyat yang melawan adalah menang,” ujar Irfan Pradana,
salah seorang unsur dalam Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi
Tri S.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar