Sidang ke-2: Perwakilan Kedua Tergugat Hadir di Persidangan

Orasi dan Aksi Teatrikal sebelum persidangan dimulai. Dok. SORAK
PEMBEBASANBDG, 19 Oktober 2016. Rakyat Kebon Jeruk menggelar aksi massa untuk mengawali jalannya sidang kedua gugatan perdata melawan PT. KAI sebagai tergugat I dan Pemkot Bandung sebagai tergugat II. Pada sidang pertama, kedua tergugat tidak hadir. Aksi massa kali ini diawali dengan menyanyikan lagu-lagu perjuangan rakyat, seperti “Internasionale” dan “Darah Juang”. Setelah itu, aksi dilanjutkan dengan orasi yang disampaikan oleh salah satu korban penggusuran bernama Maman Suparman (70). Dalam orasinya, Maman menyuarakan segala keluh kesahnya yang dirasakannya saat ini. Sambil berderai air, mata ia menjelaskan bahwa pasca penggusuran paksa yang dilakukan oleh PT. KAI, kehidupannya menjadi serba kesulitan. Bukan saja kehilangan tempat tinggal, ia juga kehilangan mata pencahariannya sebagai penjual gorengan. Orasinya ditutup dengan permohonannya kepada pihak majelis hakim agar benar-benar menegakan keadilan.
Pada sidang pertama, kedua tergugat tidak hadir. Aksi massa kali ini diawali dengan menyanyikan lagu-lagu perjuangan rakyat, seperti “Internasionale” dan “Darah Juang”.
Korban penggusuran lain, Rosyid Nuryadin, tampil dengan membacakan pantun-pantun yang berisi sentilan kepada PT. KAI dan Pemkot Bandung karena telah menyengsarakan lebih dari 53 kepala keluarga di Kebon Jeruk. Diketahui bahwa pada tanggal 26 Juli 2016, puluhan rumah dan kios di Jl. Stasiun Barat digusur secara paksa oleh pihak PT. KAI. Penggusuran dilakukan pada pagi hari tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. 

Selang beberapa saat setelah aksi, sidang pun dimulai. Ruangan sidang disesaki oleh massa. Tidak seperti sidang pertama, perwakilan dari kedua tergugat hadir pada sidang kali ini. Sidang ini berakhir dengan pembacaan agenda selanjutnya, yakni mediasi antara ketiga belah pihak yang bersengketa.


Pasca diketuknya palu oleh Hakim yang berarti penanda bahwa sidang telah berakhir, massa menyanyikan lagu perjuangan sembari beriringan meninggalkan ruang sidang. Sesampainya di halaman pengadilan, massa pun kembali menggelar aksi. Zulfi, salah satu anggota organisasi Pembebasan Bandung, memberikan orasi yang menunjukan bahwa kepentingan rakyat selalu dikesampingkan ketimbang kepentingan modal. Dalam setiap konflik agraria yang terjadi seperti di Jakarta, Bandung, Kendeng, Rembang dan di daerah-daerah lain, nampak jelas bahwa Pemerintah beserta aparatnya selalu berada di sisi pemodal. Pemerintah tidak pernah ada untuk mengakomodir kebutuhan warganya.

Di tengah-tengah aksi, perwakilan Rakyat korban penggusuran di Jl. Karawang Kebon Waru juga hadir untuk bersolidaritas. Mereka yang rumahnya digusur oleh Pemkot Bandung pada tahun lalu merasa memiliki keterikatan rasa dengan Rakyat Kebon Jeruk. Sontak kedatangan mereka disambut dengan riuh tepukan tangan massa. Solidaritas seperti ini perlu dijalin seluas-luasnya guna memperbesar kekuatan perlawanan dan menghentikan segala penggusuran berkedok pembangunan.

Wenas Kobogau, anggota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), juga turut hadir untuk bersolidaritas, serta berorasi yang menjelaskan bahwa kondisi yang sama juga dialami oleh saudara-saudaranya di Papua. Pemerintah lebih mengakomodir kepentingan modal dibandingkan kepentingan Rakyat asli Papua. Begitu juga tindakan represif aparat TNI yang kerap melakukan kekerasan, bahkan tak jarang pembunuhan tak berdasar kepada Rakyat Papua. 

Aksi akhirnya ditutup dengan pembacaan sumpah yang dipandu oleh Kuasa Hukum Rakyat Kebon Jeruk, Asri Vidya. Sumpah berjudul “Sumpah Rakyat yang Melawan” yang berbunyi seperti berikut:

Sumpah Rakyat yang Melawan

Kami Rakyat yang Melawan, 
Bersumpah
Bertanah Air Satu, Tanah Air Tanpa Penindasan;
Kami Rakyat yang Melawan, 
Bersumpah
Berbangsa Satu, Bangsa yang Gandrung akan Keadilan;
Kami rakyat yang melawan ,
Bersumpah
Berbahasa satu, bahasa kebenaran.”

(Irfan Pradana)


PEMBEBASAN Bandung

Mari Berteman:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar