Beberapa elemen masyarakat mengawal sidang pertama kasus PHK sepihak terhadap Zaky Yamani di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung, Jl Surapati No 47, Senin (03/09) pagi. |
PembebasanBandung, 5 September 2017—Beberapa elemen masyarakat mengawal sidang pertama kasus PHK sepihak terhadap Zaky Yamani di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung, Jl Surapati No 47, Senin (03/09) pagi. Dengan berbusana serba hitam, mereka datang untuk bersolidaritas dan memberikan dukungan terhadap Zaky Yamani, seorang jurnalis berprestasi, yang di-PHK secara sepihak oleh PT Pikiran Rakyat.
Sidang pertama kasus perdata khusus tersebut beragendakan
pembacaan gugatan dari pihak penggugat. Sebelum memulai persidangan,
elemen-elemen yang bersolidaritas tersebut menggelar aksi mimbar bebas di depan
halaman gedung pengadilan. Setelah sidang pun mereka kembali mimbar bebas dan
aksi teatrikal.
Dipimpin Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota
Bandung Ari Morgan, silih berganti mereka berorasi dan menunjukkan poster serta
plakat tuntutan. Beberapa tulisan dalam poster dan plakat itu di antaranya
bahwa pengusaha harus memenuhi hak pekerja, Pikiran Rakyat melanggar perjanjian
kerja bersama (PKB), penolakan terhadap PHK dan upah murah, media profesional
adalah media yang memenuhi hak pekerja, dan seruan agar para jurnalis mau
berserikat.
Ketika mendapatkan kesempatan untuk berorasi, Zaky Yamani
menjelaskan bahwa selama ia bekerja, tidak pernah sekalipun ia menolak tugas.
Ia kecewa ketika dituduh mangkir dari tugas oleh pihak Pikiran Rakyat.
"Ditugaskan di manapun saya tidak pernah menolak.
Maka ketika PR memvonis PHK terhadap saya, dan menuduh saya mangkir dari
pekerjaan, itu adalah bentuk penghinaan terhadap martabat saya sebagai manusia,"
terang Zaky.
Zaky juga menambahkan bahwa penyakit mental yang dideritanya
itu tidak main-main. Ia sempat berkali-kali mencoba bunuh diri. Menurutnya, itu
semua disebabkan oleh beban kerja yang berat selama menjadi jurnalis di PR.
"Saya tahu betul bagaimana kondisi internal di meja
redaksi PR. Bertahun-tahun saya harus berusaha untuk menjaga idealisme saya
dalam bekerja. Saya pernah diminta untuk menyembunyikan berita yang menyangkut
kepentingan publik, namun saya menolak. Saya tidak mau menggadaikan idealisme
saya. Terlalu banyak kepentingan pribadi di sana (PR). Hal-hal seperti itulah
yang akhirnya membuat kondisi kesehatan mental saya semakin memburuk," papar
Zaky.
Sebelum Zaky, perwakilan dari Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk
Pembebasan Nasional (Pembebasan) dan Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi (Sorak)
Nanang Kosim menjelaskan awal mula berdirinya Pikiran Rakyat yang lahir dari buaian tentara.
"PR
dulunya adalah koran yang bernama Harian Angkatan
Bersenjdata, yang (kelahirannya turut) dibidani oleh Ibrahim Adjie
(Panglima Kodam Siliwangi tahun 1966). PR
juga turut mendukung lahirnya Orde Baru yang kita semua tahu ke mana arah
orientasi politiknya. Wajar jika berita-beritanya tidak lugas ketika mengkritik
rezim, selalu cari aman. Maka wajar pula bagaimana perilaku mereka terhadap jurnalis-jurnalisnya
semena-mena dan tidak transparan,” kata Nanang.
Kasus ini bermula ketika Zaky didiagnosa mengalami
gangguan kesehatan mental yang berat pada Januari 2016. Gangguan itu
mengharuskan dirinya berhenti bekerja sebagai jurnalis. Dengan alasan itulah
Zaky akhirnya mengajukan pensiun dini dan meminta segala haknya diberikan.
Namun pengajuan itu berakhir tidak jelas sejak Islaminur
Pempasa, Pemimpin Redaksi yang mengizinkan Zaky pensiun dini, diganti dengan
pemimpin redaksi yang baru, Rahim Asyik. Karena dokter menyarankan Zaky untuk
berhenti total, maka saat itu Zaky memilih untuk tetap berhenti dari segala
aktivitasnya sebagai jurnalis. Namun sebaliknya, Pikiran Rakyat menilai bahwa
Zaky mangkir bekerja hingga mengeluarkan surat peringatan (SP) 3 sampai pada
tindakan PHK sepihak.
Senin (21/08) pekan lalu, Tim Advokasi Jurnalis
Independen (TAJI) mendaftarkan gugatan perdata khusus, tentang PHK sepihak yang
dilakukan PT Pikiran Rakyat, ke PHI Kota Bandung. TAJI terdiri dari AJI Kota
Bandung, para advokat dari LBH Bandung, PBHI Jawa Barat, advokat DPC PERADI
Kota Bandung, Yayasan Bantuan Hukum Unversalia, LBH Pers Jakarta, advokat
perorangan, dan jaringan aktivis lainnya.
Agenda pembacaan gugatan oleh kuasa hukum penggugat batal
dilaksanakan pada sidang perdana kemarin. Ketua majelis beralasan, kuasa hukum
tergugat belum memiliki legal standing,
dalam hal ini tanda tangan surat kuasa dari Direktur Pikiran Rakyat kepada kuasa
hukumnya.
Advokat LBH Bandung Herdiansyah, satu dari 26 kuasa hukum
Zaky Yamani, berharap agar pihak tergugat menghormati proses proses
persidangan. “Ini persidangan resmi. Diharapkan pekan depan hadir dengan
membawa surat kuasa yang ditandatangani Direktur Pikiran Rakyat Bandung,” ujar
Herdiansyah,
(Naf, Uga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar